1.
Aliran Struktural
Pada awal abad
XX yaitu tahun 1916 lahir aliran linguistik
struktural. Aliran ini lahir
bersamaan dengan diluncurkannya buku ”Course de linguistique Generale” karya
Saussure. Ferdinand De Saussure yang
juga dikenal sebaga Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern.Ferdinand
de Saussure (1857-1913) dianggap sebagai Bapak Linguistik Modern, berdasarkan
pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de
Lisguestique General..
Pandangan
yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep : 1) telaah sinkronik
(mempelajari bahasa dalam kurun waktu tertentu saja) dan diakronik (telaah
bahasa sepanjang masa), 2) perbedaan langue dan parole. Langue yaitu keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat
komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya
abstrak, sedangkan parale sifatnya konkret karena parole tidak lain daripada
realitas fisis yang berbeda dari yang satu dengan orang lain, 3) membedakan signifiant dan signifie. Signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam alam pikiran (bentuk), signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran
kita (makna), 4) Hubungan sintagmatik dan
paradigmatik.Hubungan sintagmatik
adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang
terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat
dalam tuturan yang bersangkutan (Chaer, 2003:346).Tokoh-tokoh lain yang
merupakan penganut teori ini adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield,
Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir,
Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.
1.1
Ciri-ciri Aliran Struktural
a.
Berlandaskan pada faham behaviourisme. Dalam hal ini berbahasa merupakan
proses rangsang-tanggap (stimulus-response).
b.
Bahasa berupa ujaran
artinya hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa .
c.
Bahasa merupakan sistem tanda
(signifie dan signifiant) yang
arbitrerdankonvensional.Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa
pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant.
Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di
balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud
fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
d.
Bahasa merupakan kebiasaan (habit), dalam hal ini
pengajaran bahasa menggunakan metode drill
and practice yakni suatu bentuk latihan yang terus menerus, berkelanjutan,
dan berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
e.
Kegramatikalan berdasarkan
keumuman.
f.
Level-level gramatikal ditegakkan
secara rapi mulai dari yang morfem sampai menjadi kalimat.
g.
Analisis dimulai dari bidang
morfologi.
h.
Bahasa merupakan deret
sintakmatik dan paradigmatik
i.
Analisis bahasa secara deskriptif.
j.
Analisis struktur bahasa berdasarkan
unsur langsung, yaitu unsur yang secara langsung membentuk struktur tersebut.
Ada empat model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model
Nelson, dan model Wells.
1.2 Pernyataan Pokok Aliran Strukturalis
Asumsi Ferdinand
De Saussure yang terkenal dan merupakan dasar kajian ailran struktural adalah
bahwa bahasa merupakan realitas sosial yaitu kajian terhadap sruktur bahasa karena
Saussure menganggap bahwa bahasa sebagai satu struktur sehingga pendekatannya
sering disebut Structural Linguistics. Hal tersebut dikembangkan ke
dalam enam dikotomi tentang bahasa, yaitu (a) dikotomi sinkronik dan diakronik,
(b) dikotomi bentuk (form) dan
substansi, (c) dikotomi Signifian dan signifie, (d) dikotomi langue dan Parole,
(e) dikotomi individu dan sosial, dan (f) hubungan sintagmatik dan hubungan
paradigmatik.
Ferdinand De Saussure
mengistilahkan bahasa-bahasa sebagai fakta-fakta sosial. Fakta sosial adalah
istilah dari pendiri sosiologi, Émile Durkheim, dalam Rules of Sociological
Method (1895) untuk mengacu pada fenomena
gagasan-gagasan ‘minda kolektif’
dalam suatu masyarakat, yaitu yang berada di luar fenomena psikologis maupun
fisikal. Fakta sosial bisa berupa konvensi atau aturan-aturan. Contoh fakta
sosial yang konvensional adalah kecenderungan orang Amerika mengambil jarak
fisik dengan lawan bicara. Contoh fakta sosial yang berupa aturan-aturan adalah
sistem hukum suatu masyarakat. Bahasa bisa disetarakan dengan sistem hukum atau
struktur konvensi. Datanya berupa fenomena-fenomena fisikal atau parole,
sedangkan sistem umumnya adalah langue atau ‘bahasa’. Data konkret parole
diproduksi oleh pengujar-pengujar secara indivual. Hal ini dikarenakan penguasaan
bahasa setiap orang berbeda-beda, artinya suatu bahasa tidak pernah lengkap
pada diri seseorang tetapi lengkap dan secara sempurna bahasa hanya di dalam
kolektivitas. Jadi, fakta sosial menurut Saussure bukan berupa minda kolektif
maupun gagasan kolektif seperti yang diterangkan oleh Durkheim. Akibat
perbedaan tersebut, muncul dua pendekatan, yaitu pendekatan ‘individualisme metodologis’ yang berseberangan dengan pendekatan
Durkheim ‘kolektivisme metodologis’.
1.3 Enam Dikotomi tentang Bahasa
1.3.1 Sinkronik-Diakronik
Gagasan Ferdinad
De Saussure dapat digunakan sebagai acuan baru dalam studi bahasa, bahwa kajian
linguistik hendaknya dilakukan secara diakronik dan sinkronik. Hal ini
dilakukan agar dapat memotret pada suatu waktu tertentu diperlukan pemahaman
tentang bahasa itu untuk satu rentangan waktu. Sebagai pemakai, bahasa dapat
ditelaah dari “keberadaan” bahasa itu sendiri tanpa terikat oleh rentangan
waktu yang berbeda. Kajian diakronik dianggap terlalu sederhana karena hanya
mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah, sedangkan kajian
sinkronik dipandang lebih rumit karena harus mendeskripsikan bahasa itu
sendiri.
1.3.1.1 Sinkronik
Kata sinkronis
berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti dengan, dan khronos
yang berarti waktu/masa. Dengan demikian, linguistik sinkronis mempelajari
bahasa sezaman. Fakta dan data bahasa adalah rekaman yang diujarkan oleh
pembicara, atau bersifat horisontal. Linguistik sinkronis mempelajari bahasa pada suatu kurun waktu
tertentu, misalnya mempelajari bahasa Indonesia di masa reformasi saja.
Saussure
mengemukakan bahwa kajian bahasa secara sinkronis amat perlu, meskipun beliau
banyak berkecimpung dalam kajian diakronis. Baginya, kajian sinkronis bahasa
mengandung kesistematisan tinggi, sedangkan kajian diakronis tidak. Kajian
sinkronis justru lebih serius dan sulit. Sistem keadaan bahasa ‘sinkronik’
seperti sistem permainan catur. Setiap buah catur (setara dengan suatu unit
bahasa) memiliki tempat tersendiri dan memiliki keterkaitan tertentu dengan
buah catur lain, dan kekuatan serta pola gerak/jalan tersendiri.
1.3.1.2 Diakronik
Kata diakronis
berasal dari bahasa Yunani, dia yang berarti melalui, dan khronosyang
berarti waktu, masa. Linguistik diakronis adalah linguistik yang menyelidiki
perkembangan suatu bahasa dari masa ke masa. Linguistik diakronis adalah
semua yang memiliki ciri evolusi. Ada berbagai contoh untuk melukiskan dualisme
intern (sinkronis dan diakronis),
Jika seseorang
hanya melihat sisi diakronis bahasa, maka yang ia lihat bukan lagi langue,
melainkan sederet “peristiwa” dan merupakan parole. Linguistik diakronis akan
menelaah hubungan-hubungan di antara unsur-unsur yang berturutan dan tidak
dilihat oleh kesadaran kolektif yang sama, dan yang satu menggantikan yang lain
tanpa membentuk sistem di antara mereka. Sebaliknya, linguistik sinkronis akan
mengurusi hubungan-hubungan logis dan psikologis yang menghubungkan unsur-unsur
yang hadir bersama dan membentuk sistem, seperti dilihat dalam kesadaran
kolektif yang sama.
1.3.2 Bentuk-substansi
Dikotomi antara
bentuk dengan substansi menekankan bahwa kajian linguistik harus ditinjau dari
segi bentuk dan substansi. Bagi Saussure, substansi penting, namun bentuk lebih
penting. Oleh karena itu, dalam kajian bahasa, nilai suatu unsur (langsung atau
tidak langsung) sangat bergantung pada nilai unsur lain.
1.3.3 Signifie-signifiant
Bahasa adalah
alat komunikasi di dalam masyarakat yang menggunakan sistem tanda yang maknanya
dipahami secara konvensional oleh anggota masyaraat bahasa tersebut.
Tanda bahasa terdiri atas dua unsur yang tak terpisahkan yaitu unsur citra
akustik (signifiant/petanda) dan unsur konsep (signifie)/penanda). Hubungan
kedua unsur ini didasari konvensi dalam kehidupan sosial. Kedua unsur ini
terdapat di dalam pikiran atau kognisi pemakai bahasa.
Saussure
berpendapat bahwa bahasa meliputi suatu himpunan tanda satu lambang yang berupa
menyatunya signifiant (bunyi ujaran) dengan signifie (makna). Kedua bagian itu
tidak dapat dipisahkan karena ujaran dan makna ditentukan oleh adanya kontras
terhadap lambang-lambang lain dari sistem itu. Bahasa tanpa suatu sistem tidak
akan ada dasar yang dapat dipergunakan untuk membedakan bunyi-bunyi yang ada
ataupun konsep-konsep yang ada.
1.3.3.1 Signifie
Signifie
adalah makna suatu bahasa. Signifie
(penanda) merupakan pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita.
Setiap tanda tidak dapat dipisahkan dari tanda yang lain baik lafal maupun
maknanya.Dari segi mental, bahasa merupakan suatu totalitas pikiran dalam jiwa
manusia. Dari segi fisik, bahasa adalah getaran udara yang lewat suatu tabung
dalam alat bicara manusia. Jadi, bahasa merupakan pertemuan antara totalitas
pikiran dalam jiwa dan getaran yang dibuat manusia melalui alat-alat bicaranya.
Misalnya gambar meja dilambangkan dengan meja (Indonesia), table (Inggris).Apabila
ada orang berujar meja dan kita mendengar rentetan bunyi /m, e, j, a/ itulah
yang disebut signifiant, sedangkan bayangan kita terhadap sebuah meja disebut
signifienya, yaitu sebuah prabot rumah tangga/kantor berkaki, permukaannya
datar, bisa berbentuk bundar, atau bersegi, dan deskripsi lainnya tentang meja.
1.3.3.2 Signifiant
1.3.3.2 Signifiant
Bahasa adalah
sistem lambang dan lambang itu sendiri adalah kombinasi antara bentuk (signifiant) dan arti (signifie). Signifiant
merupakan bentuk bahasa yang terkandung dalam sekumpulan fonem. Signifiant juga
sebagai perwujudan akustik suatu bahasa atau wujud dasar sistem fonologi suatu
bahasa. Jadi, signifiant (penanda) merupakan citra bunyi atau kesan psikologis
bunyi yang timbul dalam pikiran kita.
1.3.4 Individu-sosial
Dikotomi antara
individu dan sosial, Saussure mengatakan bahwa perilaku berbahasa anggota
masyarakat sangat ditentukan oleh kelompoknya, meskipun ciri perilaku berbahasa
masing-masing anggota berbeda antara satu dan lainnya. Perbedaan perilaku
individu tidak akan menyimpang dari perilaku kolektif yang ada pada kelompok.
1.3.5 Langue-parole
Dikotomi antara
langue dan parole sebagai bukti bahwa bahasa merupakan realitas sosial. Sebagai
realitas sosial bahasa sangat terikat oleh collective mind bukan individual
mind.Sebagai collective mind, bahasa merupakan perpaduan antara
parole dan langue.Parole mengacu pada tindak ujar dalam situasi yang sesungguhnya oleh
masing masing individu.Langue ialah sistem bahasa yang
dipakai secara bersama-sama oleh masyarakat penuturnya.
Gagasan Saussure tentang fakta
sosial, langue, dan parole, menjadi pilar-pilar konsepnya mengenai struktur
gagasan yang amat kontroversial.Para bahasawan tertarik berkomentar.Pendekatan
Saussure kembali mengemuka ketika dihadapkan pada pandangan Noam
Chomsky.Pandangan Chomsky (1964) yang amat berpengaruh adalah yang membedakan
kompetence dari performance.Pembedaan tersebut tampak ada kemiripan dengan
pembedaan langue dan parole oleh Saussure.Bahkan, Chomsky sendiri menyamakan
konsep Linguistic Competence yang
diperkenalkannya dengan konsep langue.Namun, sesungguhnya kedua konsep tersebut
berbeda.
Langue mengacu pada sistem bahasa
yang abstrak.Sistem ini mendasari semua ujaran dari setiap individu.Langue
bukanlah suatu ujaran yang terdengar, tulisan yang terbaca, melainkan suatu
sistem peraturan yang umum dan mendasari semua ujaran nyata.Langue merupakan totalitas
dari sekumpulan fakta bahasa yang disimpulkan dari ingatan pemakai bahasa dan
merupakan gudang kebahasaan yang ada dalam otak setiap individu.
Langue merupakan keseluruhan
kebiasaan (kata) yang diperoleh secara pasif yang diajarkan dalam masyarakat
bahasa dan memungkinkan para penutur saling memahami dan menghasilkan
unsur-unsur yang dipahami penutur dan masyarakat sertabersenyawa dengan
kehidupan masyarakat secara alami. Eksistensi langue memungkinkan adanya parole
merujuk pada cara pembicara menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dirinya.
Jadi, masyarakat merupakan pihak pelestari langue.
Langue tidak bisa dipisahkan antara
bunyi dan gerak mulut.Langue juga dapat berupa lambang-lambang bahasa konkret;
tulisan-tulisan yang terindera dan teraba (terutama bagi tuna runggu).Langue
adalah suatu sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Contoh: Pergi! Dalam kata
ini, gagasan kita adalah ingin mengusir, menyuruh, Nah, kata pergi! dapat juga
kita ungkapkan kepada tuna runggu dengan abjad tuna runggu, atau dengan simbol
atau dengan tanda-tanda militer.
Langue seperti permainan catur,
apabila buah caturnya dikurangi akan berubah dan bahkan permainan akan kacau,
demikian halnya dalam langue. Jika struktur
(sistem) kita ubah, maka akan menimbulkan makna yang lain. Misalnya: saya makan
nasi, jika kalimat ini diubah menjadi: nasi makan saya, maka akan menjadi
rancu.
Langue perlu
agar parole dapat saling dipahami; dan parole perlu agar langue terbentuk.
Dengan kata lain, secara historis, fakta parole selalu mendahului langue. Bunyi
kata: “pergi!” adalah parole, tetapi ia juga termasuk langue karena sistem
tanda ada di sana dan maknanya pun ada. Langue hadir secara utuh dalam bentuk
sejumlah guratan yang tersimpan di dalam setiap otak; kira-kira seperti kamus
yang eksemplarnya identik (fotocopy),
yang akan terbagi di kalangan individu. Jadi, langue adalah sesuatu yang ada
pada setiap individu.
Langue bersifat kolektif: bersifat homogen, bahasan konvensional. Rumusnya:
1 + 1 + 1 + 1….= 1. Artinya, kata yang diucapkan oleh individu, diucapkan
secara sama oleh orang banyak, begitu juga dengan maknanya, semua masyarakat
bahasa tahu. Menurut Alwasilah langue adalah tata bahasa
+ kosakata + sistem pengucapan. Langue bersifat stabil dan sistematis.
Parole merupakan bahasa tuturan, bahasa sehari-hari,
artinya parole merupakan keseluruhan dari apa yang diajarkan orang, termasuk
konstruksi-konstruksi individu yang muncul dari pilihan penutur dan
pengucapan-pengucapan yang diperlukan untuk menghasilkan konstruksi individu berdasarkan
pilihan bebas juga. Parole perwujudan langue pada individu. Parole merupakan
manifestasi individu dari bahasa. Parole bukan fakta sosial karena seluruhnya
merupakan hasil individu yang sadar, termasuk kata apapun yang diucapkan oleh
penutur. Parole bersifat heterogen. Unsur-unsur parole dibedakan kedalam
beberapa bagian, seperti : (1) kombinasi-kombinasi kode bahasa (tanda baca)
yang dipergunakan penutur untuk mengungkapkan gagasan pribadinya. Misalnya, perang, kataku, perang! Kalimat ini jika
diucapkan oleh orang yang sama pun, hasilnya akan berbeda dalam penyampaiannya
karena pelafalannya pun berbeda, kata
perang pertama dilafalkan secara berbeda dengan kata perang kedua; (2) mekanisme
psikis-fisik yang memungkinkan seseorang mengungkapkan kombinasi-kombinasi
tersebut. Parolelah yang membuat langue berubah. Jadi, antara langue dan parole
saling terkait; langue sekaligus alat dan produk parole. Parole dapat
dirumuskan: (1’ + 1’’ + 1’’’ + 1’’’’…..). artinya, kata yang sama pun akan
dilafalkan secara berbeda, baik orang yang sama maupun oleh banyak orang.
1.3.6 Sintakmatik-paradigmatik
Paradigmatik merupakan hubungan yang menyatakan adanya
kemampuan mengganti unsur dalam suatu lingkungan yang sama, sedangkan hubungan
sintakmatik (horizontal) merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan
mengombinasikan ke dalam konstruksi yang lebih besar.Contoh. Budi
menendang bola adalah deretan Budi-menendang-bola. Urutan ketiga kata
ini bukan bersifat manasuka tanpa berpatokan pada kaidah (langue) bahasa Indonesia,
tetapi hubungan sintaksis subjek—predikat-objek. Meskipun urutan itu diubah,
fungsi gramatikal tetap misalnya Bola-Budi-tendang; Tendang-bola-Budi.
Pada kalimat Budi
menendang bola terbentuk dari unsur Budi, menendang, bola
yang masing-masing menempati ruang kosong yang kemudian disebut gatra. Kaidah
(langue) bahasa Indonesia gatra dapat diisi dengan unsur bahasa tertentu saja.
Jadi, gatra adalah ruang kosong yang terdapat sebelum, di tengah, dan
sesudah tanda hubung. Pada contoh kalimat di atas, dapat kita sebut gatra
[1] - [2] - [3]. Dalam sintaksis [1], [2], [3] disebut fungsi sintaksis dan
dalam hal ini setiap fungsi itu dapat diisi oleh kata tertentu sesuai dengan
kaidah. Dalam contoh yang sama Budi-menendang-bola, gatra [1] yang diisi Budi
bisa diisi Ali, Candra, Damar, Dia, Mereka, Adik, dll. Tetapi kata-kata itu
tidak dapat berada di ruang dan waktu yang sama. Kata-kata itu hanya bisa
diasosiasikan secara in absentia. Hubungan itu dikatakan
hubungan asosiatif atau kata-kata itu berada dalam relasi asosiatif.
Kata-kata yang mengisi gatra tergolong kata sejenis atau disebut berada dalam
paradigma yang sama. Hal yag sama bisa berlaku untuk kata menendang bisa
diisi kata mengambil, melempar, menyembunyikan, membuang; bola bisa isi
dengan kata batu, kelapa, piring. Relasi asosiatif ini kemudian disebut relasi
paradigmatik. Pada tataran langue setiap penutur bahasa menguasai
semacam piranti atau jejaring unsur-unsur bahasa yang tergolong-golong dalam
paradigma dan unsur-unsur itu saling membedakan. Jejaring inilah ang
disebut sebagai sistem bahasa.
Tokoh lain yang
mengemukakan aliran linguistik struktural adalah Leonard Bloomfield(1887-1949).
Bloomfield salah seorang ahli bahasa Amerika yang paling besar sumbangannya
dalam menyebarluaskan prinsip-prinsip dan metode-metode yang biasa disebut
“Strukturalisme Amerika”.Hal baru dalam teori Bloomfiled adalah adanya
penekanan filosofis dalam status linguistik sebagai sains.Teori Bloomfiled
tentang bahasa sangat berbau behaviorism.Aliran Bloomfield ini berkembang pesat
di Amerika pada tahun tiga puluhan sampai akhir tahun lima puluhan. Ada
beberapa faktor yang memnyebabkan aliran ini dapat berkembang pesat,yaitupertama, pada masa itu para linguis di Amerika
menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak bahasa Indian di Amerika yang belum
diperikan. Mereka ingin memerikan bahasa-bahasa Indian itu dengan cara baru,
yaitu secara sinkronik. Kedua, sikap
Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang
berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat behaviorisme.Oleh karena itu, dalam memerikan bahasa aliran
strukturalisme ini selalu mendasarkan diri pada fakta-fakta objektif yang dapat
dicocokkan dengan kenyataan-kenyataan yang dapat diamati.Ketiga, diantara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena
adanya The Linguistics Society of America,
yang menerbitkan majalah Language wadah tempat melaporkan hasil kerja mereka.
Dalam bukunya Language,
Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat
fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan
satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar
struktur bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme
dan pandangannya disebut strukturalis. Bloomfield beserta pengikutnya menguasai
percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum
Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang
belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar
bagi penelitian linguistik di masa setelah itu. Bloomfield berpendapat
fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak
berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan
adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa
lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalahtata bahasa
tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra
diisi oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan
yang disebut tagmem.
1.4
Keunggulan Aliran Struktural
a.
Aliran ini sukses membedakan konsep
grafem dan fonem.
b.
Metode drill and practice membentuk
keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaa
c.
Kriteria kegramatikalan berdasarkan
keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.
d.
Level kegramatikalan mulai rapi
mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
e.
Berpijak pada fakta, tidak
mereka-reka data.
1.5
Kelemahan Aliran Struktural
a.
Bidang morfologi dan sintaksis
dipisahkan secara tegas.
b.
Metode drill and practice sangat
memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan.
c.
Proses berbahasa merupakan proses
rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan
mesin.
d.
Kegramatikalan berdasarkan kriteria
keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika dianggap umum.
e.
Faktor historis sama sekali tidak
diperhitungkan dalam analisis bahasa.
f.
Objek kajian terbatas sampai level
kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.
2
Aliran Deskriptif
Menurut
bahasa, linguistik adalah ilmu yang mempelajari atau menelaah tentang tata
bahasa, sedangkan deskriptif adalah menggambarkan apa adanya.. Misalnya,
mengkaji bahasa Indonesia apa adanya. Linguistik deskriptif, artinya
mendeskripsikan bahasa secara apa adanya. Objek kajian linguistik deskriptif
adalah fonologi, morfologi, sintaksis,
dan semantik.
Aliran
deskriptif adalahAliran yang memberikan deskripsi (pemerian) dan analisis
bahasa (Alwasilah,1993:96). Aliran lahir pada akhir abad ke XIX dan permulaan abad XX ketika Saussure
sedang mengajukan ide-idenya di Eropa, muncul linguistik sinkronis di Amerika
di bawah pelopor Franz Boas. Boas memberikan arah bagi linguistik Amerika yang
kemudian menjadi besar dan berkembang.Dalam aliran ini muncul beberapa tokoh
penting seperti Franz boas dan Leonard Bloomfield.sBoas dan teman-temannya
memberikan perhatian yang besar pada penguraian struktur bahasa-bahasa Indian.
Oleh sebab itu, mereka disebut juga golongan deskriptif.Kaum deskriptif ini
berusaha keras membangun teori-teori bahasa yang abstrak dan bersifat umum
berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilakukannya. Menurut Boas, tidak ada
satu bahasa yang merupakan bahasa ideal yang menjadi ukuran bahasa-bahasa
lainnya. Selain itu, sekelompok pemakai bahasa tertentu tidak berhak mengatakan
bahwa bahasa yang digunakan oleh kelompok lainnya tidak rasional.Yang benar
adalah pada setiap bahasa terdapat kategori-kategori logis tertentu yang harus
digunakan pada bahasa tersebut. Bagi Boas bahasa hanyalah merupakan tuturan
artikulasi, yaitu bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat artikulasi. Kunci
dasar pemikiran Boas terletak pada kesadarannya, yang muncul dalam masa
perjalananya (ke Tanah Baffin pada 1883-1844).Karyanya berupa buku Handbook of American Indian Languages
(1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di dalam buku tersebut terdapat
uraian tentang fonetik, kategori makna dan proses gramatikal yang digunakan
untuk mengungkapkan makna. Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal of American
Linguistics.Perbedaan utama antara tradisi Boas dan Saussure ialah terletak
pada hakekat tentang bahasa. Saussure mengikat perhatian kepada para sarjana
dengan menemukan cara baru untuk
mengamati fenomena yang sudah lama dikenal dan sudah tidak lagi mengherankan
bagi mereka. Boas dan rekan-rekannya berhadapan dengan masalah-masalah praktis
untuk menghasilkan bagaimana bentuk struktur yang ada dalam berbagai bahasa
yang diucapkannya.
Aliran
deskriptif bertujuan untuk memikirkan pembuat teori linguistik yang abstrak
sebagai alat untuk menyelesaikan deskripsi bahasa-bahasa tertentu dengan
praktis dan sukses.Salah satu ciri dari aliran yang dipelopori oleh Boas adalah
relativisme.Menurut aliran ini tidak
ada bahasa yang ideal, di mana bahasa-bahasa yang sebenarnya lebih dekat atau
agak jauh hubungannya.Boas juga berusaha keras membantah aliran Romantis abad
XIX yang menganggap bahwa bahasa adalah kerangka jiwa suatu bangsa.Bahwa bangsa
dalam arti keturunan, bahasa dan kebudayaan adalah tiga masalah terpisah yang
jelas berjalan bersama-sama. Berikut adalah ide-ide Boas : (1) kategori
gramatikal, setiap bahasa memiliki sistem gramatikal dan sistem fonetik
masing-masing. Sistem fonetik digunakan sesuai dengan kebutuhan makna yang
dimaksudkan.oleh karena itu, unit dasar bahasa adalah kalimat.; (2) pronomina
kata ganti, tidak ada orang pertama jamak, karena kata ganti itu tidak tetap;
(3) verbamemiliki dalam bahasa-bahasa Eropa sifatnya arbitrari dan berkembang
tidak merata pada berbagai bahasa di sana.
2.1 Tokoh-tokoh Linguistik Deskriptif
a. Ferdinand De Saussure (1858-1913)
Seorang linguis Swiss yang sering
disebut sebagai Bapak atau Pelopor Linguistik Modern, lahir di Swiss 17
Nopember 1857, belajar di Geneva dan berkuliah di Jerman Barat di bawah
pimpinan Prof. G Curtius. Setelah menyelesaikan kuliahnya ia pergi ke paris dan
mengembangkan dirinya dalam societe linguistique. Di usia 24 telah memberikan
kuliah Ilmu Perbandingan Tata Bahasa di Paris dari tahun 1891 sampai dengan
wafat tahun 1913.
De
Saussure disebut sebagai “ Bapak Linguistik Modern” karena pandangan
-pandangannya yang baru mengenai studi bahasa. Pandangan-pandangan tersebut di
antara lain mengenai telaah sinkronik
dan diakronik dalam suatu studi bahasa, perbedaan language dan parole, dan perbedaan
signifant dan signifie.
a.
Leonard Bloomfield
Seorang tokoh linguistik Amerika
yang pada awalnya tidak mempunyai perhatian pada bidang linguistik, bercita-cita menjadi seorang akademikus dan
mau mengabdikan diri pada ilmu pengetahuan. Namun setelah bertemu dengan
temannya yaitu Prokosch dan berbincang-bincang tentang tata bahasa, lalu
memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya dalam bidang linguistik.
Dalam analisa bahasa, Bloomfield menekankan
bahwa bahasa harus bersifat deskriptif ilmiah.Keilmiahan itu berarti bahwa
setiap definisi bahasa yang diberikan harus dalam istilah-istilah fisik yang
diambil dari kenyataan yang ada.Selain itu Bloomfield memperluas bidang
linguistik dalam beberapa aspek.
b.
John Ruperth Firth
Seorang linguis inggris yang pada
tahun 1994 mendirikan sekolah linguistik deskriptif di London.Menurutnya dalam
kajian linguistic yang paling penting adalah konteks. Menurutnya, bahasa itu
terdiri dari limatingkatan yaitu tingkatan fonetik, leksikon, morfologi,
sintaksis, dan semantik.
2.2 Keunggulan Aliran Deskriptif
a.
Aliran ini
sudah memerikan bahasa Indian dengan cara yang baru secara sinkronis.
b.
Menolak
mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu yaitu behaviorisme.
c.
Aliran ini
sudah mengelompokkan kategori gramatikal, verbal dan pronomina kata ganti.
d.
Terjadinya hubungan yang baik antar
sesama linguis.
e.
Mimiliki cara
kerja yang sangat menekankan pentingnya data yang objektif untuk memerikan
suatu bahasa.
2.3 Kelemahan Aliran Deskriptif
Kurang
memperhatikan akan makna dan arti karena aliran ini lebih cenderung
menganalisis fakta-fakta secara objektif dan nyata.
3. ALIRAN FUNGSIONAL
Linguistik fungsional dipelopori
oleh Roman Jakobson dan Andre Martinet, kehadirannya sangat berarti dalam upaya
menjembatani kesenjangan (gap) antara
linguistik struktural Amerika dan Eropa.Linguistik struktural (Eropa) banyak
dipengaruhi oleh gagasan fungsi-fungsi linguistik yang menjadi ciri khas aliran
Praha. Trubeckoj terkenal mengembangkan metode-metode deskripsi fonologi, maka
R. Jakobson terkenal karena telah menyatakan dengan pasti pentingnya fonologi
diakronis yang mengkaji kembali dikotomi-dikotomi F. de Saussure antara lain
dikotomi yang memisahkan dengan tegas sinkronis dan diakronis.
Andre Martinet banyak mengembangkan
teori-teori aliran Praha. Dengan tulisannya tentang netralisasi dan segmentasi
dan telah memperkaya dalam pengembangan studi linguistik, terutama fonologi
deskriptif, fonologi diakronis, sintaksis, dan linguistik umum, disamping ia
menerapkan metode dan linguistik modern dengan menaruh perhatian yang luar
biasa pada kenyataan bahasa aktual.
Gagasan
Jakobson merupakan pengembangan dari pemikiran-pemikiran aliran Praha.Selain
fungsi linguistik sebagai ciri khas sekolah Praha, Jakobson juga menyoroti
fungsi-fungsi unsur tertentu dan fungsi-fungsi aktivitas linguistik itu sendiri.Jakobson
memandang suatu tindak linguistik dari enam sudut, yaitu (1) dalam hubungan
dengan pembicara, (2) pendengar, (3) konteks, (4) kontak, (5) kode, dan (6)
pesan. Sehingga ditemukan enam fungsi, yaitu: (a) ekspresif, berpusat pada
pembicara, yang ditujukan oleh interjeksi-interjeksi; (b) konatif, berpusat
pada pendengar, yang ditujukan oleh vokatif dan imperative; (c) denotative,
berpusat pada konteks, yang ditujukan oleh pernyataan-pernyataan faktual, dalam
pelaku ketiga, dan dalam suasana hati indikatif; (d) phatic, berpusat pada
kontak, yang ditujukan oleh adanya jalur yang tidak terputus antara pembicara
dan pendengar. Misalnya, dalam pembicaraan melalui telefon, kata-kata ‘hello,
ya..ya…, heeh’ yang dipergunakan untuk membuat jelas bahwa seseorang masih
mendengarkan dan menunjukan jalur percakapan tidak terputus; (e) metalinguistik,
berpusat pada kode; yang berupa bahasa pengantar ilmu pengetahuan, biasanya
berisi rumus-rumus atau lambang-lambang tertentu; dan (f) puitis, berpusat pada
pesan.
Selanjutnya gagasan dan pandangan
Jakobson lain adalah telaah tentang aphasia dan bahasa kanak-kanak. Aphasia
yang dimaksud adalah gejala kehilangan kemampuan menggunakan bahasa lisan baik
sebagian maupun seluruhnya, sebagai akibat perkembangan yang salah. Gangguan
afasik dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: (1) similarity disorders,
yang mempengaruhi seleksi dan subtitusi item, dengan stabilitas kombinasi dan
konstektur yang bersifat relative; dan (2) contiguity disorders, yang
seleksi dan subtitusinya secara relatif normal sedangkan kombinasi rusak dan
tidak gramatikal, urutan kata kacau, hilangnya infleksi dan preposisi,
konjungsi, dan sebagainya
Jakobson juga menekankan pentingnya
korelasi-korelasi fonologis sebagai seuntai perbedaan-perbedaan arti yang terpisah.
Menurut buku Jakobson dan Halle Fundamentals of Language, 1956,
menyatakan ciri-ciri expressive, configurative, dan distinctive: expressive,
meletakan tekanan pada bagian ujaran yang berbeda atau pada ujaran yang
berbeda; menyarankan sikap emosi pembicara;configurative, menandai
bagian ujaran ke dalam satuan-satuan gramatikal, dengan memisahkan ciri
kulminatif satu persatu, atau dengan memisahkan membatasinya (ciri-ciri
demarkatif);Distinctive, bertindak untuk memperinci satuan-satuan
linguistik, ciri-ciri itu terjadi secara serempak dalam untaian, yang berujud
fonem. Fonem-fonem dirangkaikan ke dalam urutan; pola dasar urutan serupa itu
berujud suku kata.Dalam setiap suku kata terdapat bagian yang lebih nyaring
yang berupa puncak.Bila puncak itu berisi dua fonem atau lebih, maka salah satu
daripadanya adalah puncak fonem atau puncak suku kata.
Andre Maertinet, mengembangkan
teori-teori mengenai fonologi deskriptif, fonologi diakronis, sintaksis, dan
linguistik umum merupakan sumbangan pemikiran bagi linguistik modern. Fonologi
sebagai fonetik fungsional harus berdasarkan fakta-fakta dasar atau mengetahui
fungsi-fungsi perbedaan bunyi bahasa sebagaimana mestinya.Martinet mencurahkan
perhatian pada fonologi diakronis, dengan mencoba membuat deskripsi murni, fonologisasi
dan defonologisasi direkam, disertai keterangan tentang perubahan-perubahan
menurut prinsip-prinsip umum. Kriterium interpretasi dasar diberikan oleh dua
unsur yang berlawanan: (1) efisiensi dalam komunikasi, dan (2) tendensi pada
upaya yang minimum. Ia juga menyatakan analisis fonem ke dalam ciri-ciri
distingtif mengungkapkan adanya korelasi-korelasi sebuah fonem yang
terintegrasi dalam untaian korelatif akan menjadi stabil. Selain itu
dikembangkan pula artikulasi rangkap yang menarik dan menggarisbawahi pada
fungsi sintaksis sebagai gagasan yang sentral.Gagasannya ini berupa kelanjutan
wawasan fungsional yang telah disarankan oleh Sekolah Praha. Fungsi-fungsi
bahasa dan fungsi-fungsi unsur linguistik sebagai suatu sistem unsur-unsur atau
struktur unsur-unsur, dipelajari untuk menjelaskan perbedaan bahasa dengan
sistem tanda buatan yang mungkin distrukturkan dalam suatu cara yang sama
tetapi tak dapat memiliki fungsi-fungsi yang sama seperti bahasa. Bagaimanapun
pandangan struktural itu dapat dirujukkan kembali dengan pandangan fungsional,
meskipun hal itu bagi Martinet adalah pelengkap logisnya. Pilihan nama
fungsional sebagai pengganti struktural, menunjukkan bahwa aspek fungsional
adalah paling membuka pikiran, dan bahwa hal itu tidak mesti dipelajari secara
terpisah dari yang lain.
Kemunculan aliran fungsionalisme dalam bidang
linguistik merupakan kontribusi dari berbagai bidang ilmu diantranya adalah
antropologi, sosiologi, dan psikologi yang menganut strukturalisme.
Hal ini dapat dilihat dari pengaruh besar Saussure hingga Chomskin.
Fungsionalisme dalam kajian ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan
Struktural Fungsional.
Fungsionalisme adalah gerakan
dalam linguistik yang berusaha menjelaskan fenomena bahasa dengan segala
manifestasinya dan beranggapan bahwa mekanisme bahasa dijelaskan dengan
konseuensi-konsekuensi yang ada kemudian dari mekanisme itu sendiri. Wujud
bahasa sebagai sistem komunikasi manusia tidak dapat dipisahkan dari tujuan
berbahasa, sadar atau tidak sadar.
Konsep utama dalam fungsionalisme ialah fungsi bahasa dan fungsi dalam bahasa.
Sikap fungsionalistis terhadap fungsi bahasa sebagai berikut.
a.
Analisis bahasa mulai dari fungsi ke bentuk.
b.
Sudut pandang pembicara menjadi perspektif analisis.
c.
Deskripsi yang sistematis dan menyeluruh tentang hubungan antara fungsi dan
bentuk.
d.
Pemahaman atas kemampuan komunikatif sebagai tujuan analisis bahasa.
e.
Perhatian yang cukup pada bidang interdisipliner, misalnya sosiolinguistik
dan penerapan linguistik pada masalah praktis, misalnya pembinaan bahasa.
3.1 Keunggulan Linguistik Fungsional
a.
Pada khasanah kebahasaan, linguistik
Fungsional, sangat mempengaruhi tata bahasa dalam khasanah perkembangan
linguistik sebelumnya, sekaligus membuka cakrawala baru agar aspek fungsional
menjadi pertimbangan penelitian bahasa. Dengan menelurkan istilah fungsional,
praktis landasan yang digunakan dalam melihat bahasa berdasarkan fungsi,
khususnya tataran fonologi, morfem, dan sintaksis. Keunggulan aliran ini adalah
kita dapat mengetahui bahwa setiap fonem (bunyi) itu memiliki fungsi, sehingga
dapat, membedakan arti. Setiap monem (istilah Martinet) yang diartikulasikan
memiliki isi dan ekspresi, dengan begitu dapat dilihat fungsinya. Kemudian pada
tataran yang lebih besar yaitu sintaksis, aliran ini menekankan pada fungsi
preposisi dan struktur kalimat, maksudnya unsur linguistik dalam sebuah kalimat
dapat dijelaskan dengan merujuk pada fungsi sehingga ditemukan pemahaman logis
yang utuh. Jadi, aliran ini telah berhasil melihat setiap komponen bahasa berdasarkan
fungsi dan menginspirasi gagasan adanya relasi antara struktur dan fungsi
bahasa.
b.
Sementara dalam dunia sastra,
gagasan Jakobson tentang enam fungsi bahasa menjadi pijakan dalam menelaah
karya sastra. Idenya tersebut melahirkan istilah model komunikasi sastra, yang
memusatkan pada pesan yang terkandung dalam karya sastra. Model ini banyak
diadopsi untuk menggali fungsi bahasa dalam wacana baik wacana ilmiah maupun
non ilmiah, sastra maupun non sastra.
3.2 Kelemahan Linguistik Fungsional
a.
Gagasan fungsional tidak menyentuh
secara mendalam komponen fungsional untuk menentukan makna dalam penelitian
bahasa, seperti pada tataran sintaksis hanya menyebutkan adanya fungsi dalam
setiap struktur bahasa, namun tidak menjelaskan terminologi apa saja yang tercakup
di dalamnya. Selanjutnya, bagaimana menyusun kalimat yang benar berdasarkan
fungsi pun tidak jelas. Demikian halnya pada tataran fonologi dan morfologi.
Jadi, kelemahan aliran ini adalah tidak mampu menguraikan fungsi unsur
linguistik lebih rinci, khsususnya .pada tataran sintaksis. Dalam struktur
kalimat, gagasan aliran ini tidak menjelaskan komponen apa saja yang tercakup
dalam aspek fungsional pada kalimat. Sebagaimana kita ketahui ada fungsi lain
dalam kalimat yaitu fungsi semantis dan fungsi pragmatis.
b.
Sementara dalam dunia sastra, fungsi
bahasa yang dinyatakan oleh Jakobson, ketika diterapkan dalam menganalisis
karya sastra memiliki kekurangan. Model komunikasi sastra Jakobson tidak
memperhatikan potensi kebahasaan yang lain seperti mengabaikan relevansi sosial
budaya. Padahal, sosial budaya memainkan peranan penting dalam memahami makna
bahasa, terlebih dalam karya sastra karena di dalamnya melibatkan aspek sosio
cultural yang sangat kental. Mengacu pada model komunikasi sastra, karya sastra
hanya bertumpu pada pesan yang disampaikan, padahal pemahaman karya sastra
sangat tergantung pada pemahaman pembaca. Adanya unsur keterkaitan
intertektualitas dan intratekstualitas dalam memahami karya sastra perlu
diperhatikan, karena setiap karya sastra tidak ada yang berdiri sendiri.
A.
Rangkuman
Dari pembahasan
di atas kita dapat mengetahui berbagai
aliran linguistik, yang meliputi aliran struktural, deskriptif, dan
fungsional. Dari masing-masing aliran memiliki teori, konsep, dan keunggulan serta kelemahannya.
B.
Umpan
Balik dan Tindak Lanjut
1.
Pengertian
atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita menurut pandangan aliran struktural adalah....
A.
Signifiant
B.
Signifie
C. Langue
D.
Parole
E.
Signifie-signifiant
2.
Berikut adalah
tokoh-tokoh yang merupakan penganut sruktural kecuali :
A.
Bally
B.
Sachahaye,
C.
Nida
D.
Bloomfield
E. Praha
3.
Pernyataan
berikut yang sesuai dengan pandangan kaum strukturalis adaah....
A.
Fokus
perhatian pada fonologi dan morfologi,
sedikit sekali pada sintaksis, dan sama sekali tidak pada semantik.
B.
Fokus
perhatian pada fonologi, morfologi,
sedikit, sintaksis, dan sama sekali tidak
pada semantic.
C.
Fokus
perhatian pada fonologi dan morfologi,
sedikit sekali pada sintaksis, dan semantik.
D.
Fokus
perhatian pada fonologi dan morfologi,
sama sekali tidak memperhatikan
sintaksis dan semantik.
E.
Fokus
perhatian pada fonologi, morfologi,
sintaksis, dan semantik.
4.
Paham behaviourisme adalah faham yang mengemukakan bahwa proses
berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response) adalah faham pada aliran:
A. Strukturalisme
B.
Deskriptif
C.
Fungsional
D.
Deskriptif fungsional
E.
Deskriptif fungsional
5.
Pelopor aliran fungsional adalah....
A.
Roman Jakobson dan Praha
B.
Andre Martinet dan Bloomfield
C.
Roman Jakobson dan Andre Martinet
D.
Nida dan Andre Martinet
E.
Andre Martinet dan Bloomfield
6.
Di bawah ini yang bukan merupakan objek
kajian linguistik deskriptif adalah...
A.
Fonologi
B.
Morfologi
C.
Sintaksis
D.
etimologi
E.
semantik.
7.
Tokoh linguistik fungsional Andre Martinet, menemukan pikiran-pikiran mengenai...
A.
fonologi deskriptif, fonologi
diakronis
B.
fonologi deskriptif, fonologi
diakronis dan sintaksis,
C.
fonologi, morfologi, dan sintaksis
D.
fonologi, morfologi, sintaksis dan dan linguistik
umum
E.
fonologi deskriptif dan fonologi diakronis, sintaksis, dan
linguistik umum
C.
Kunci
Jawaban
|
NO. SOAL
|
KUNCI JAWABAN
|
|
1
|
B
|
|
2
|
E
|
|
3
|
A
|
|
4
|
A
|
|
5
|
C
|
|
6
|
D
|
|
7
|
E
|
KEGIATAN
PEMBELAJARAN 2
A.
Tujuan
20.1.1
Pengembangan
metode pembelajaran bahasa berdasarkan aliran struktural (melihat bahasa dari
unsur-unsurnya secara terpisah-pisah, unsur yang paling besar dibentuk dari
unsur yang paling kecil. Contoh kalimat dibentuk dari kata, frasa, dan klausa)
20.1.2
Pengembangan
metode pembelajaran bahasa berdasarkan aliran deskriptif (melihat bahasa dari
unsur-unsurnya secara terpisah-pisah, unsur yang paling besar dibentuk dari
unsur yang paling kecil. Contoh kalimat dibentuk dari kata, frasa, dan klausa)
20.1.3
Pengembangan
metode pembelajaran bahasa berdasarkan aliran fungsional (melihat bahasa dari
unsur-unsurnya secara terpisah-pisah, unsur yang paling besar dibentuk dari
unsur yang paling kecil. Contoh kalimat dibentuk dari kata, frasa, dan klausa)
B.
Indikator
Pencapaian Kompetensi
20.1.4
Pengembangan
metode pembelajaran bahasa berdasarkan aliran struktural (melihat bahasa dari
unsur-unsurnya secara terpisah-pisah, unsur yang paling besar dibentuk dari
unsur yang paling kecil. Contoh kalimat dibentuk dari kata, frasa, dan klausa)
20.1.5
Pengembangan
metode pembelajaran bahasa berdasarkan aliran deskriptif (melihat bahasa dari
unsur-unsurnya secara terpisah-pisah, unsur yang paling besar dibentuk dari
unsur yang paling kecil. Contoh kalimat dibentuk dari kata, frasa, dan klausa)
20.1.6
Pengembangan
metode pembelajaran bahasa berdasarkan aliran fungsional (melihat bahasa dari
unsur-unsurnya secara terpisah-pisah, unsur yang paling besar dibentuk dari
unsur yang paling kecil. Contoh kalimat dibentuk dari kata, frasa, dan klausa)
C.
Uraian
Materi
PENGEMBANGAN ALIRAN LINGUISTIK STRUKTURAL, DESKRIPTIF,
DAN FUNGSIONAL DALAM PEMBELAJARAN BAHASA
1.
Aliran
Linguistik Struktural
a.
Signifiant dan Signifie
Hubungan
antara signifiant dan signifie sangat
erat, karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Contoh:
m/,
/e/, /j/, /a/
(signifiant)
Meja
(tanda
linguistik)
‘sejenis
perabot rumah tangga/kantor
(signifie)
b.
Hubungan sintagmatik dan paradigmatik
a)
Hubungan
sintagmatik dalam tataran fonologi tampak pada urutan fonrm-fonem dalam sebuah
kata yang tidak dapat diubah tanpa merusak makna kata itu.
Contoh : /k, i, t, a/ ;
/a/t/i/k ; /t/i/k/a/ ; /k/a/t/I; /i/t/a/k/
Apabila
urutannya diubah maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali.
b)
Hubungan
sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu
kata. Ada kemungkinan maknanya berubah tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna
sama sekali.
Contoh
: segitiga ≠ tigasegi;
barangkali ≠ kalibarang;
tertua ≠tuater.
c)
Hubungan
sintakmatik pada tataran sintaksis tampak pada urutan kata yang mungkin dapat diubah tetapi mungkin juga
tidak dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut atau menyebabkan tak
bermakna sama sekali.
Contohnya:
Evi
membeli tas baru
Evi baru membeli tas
Membeli Evi tas baru
Baru Evi membeli tas
d)
Hubungan paradigmatik pada tataran
fonologi
contoh :antar bunyi /r/, /k/, /b/,
/m/, dan /d/ yang terdapat pada kata-kata rata, kata, bata, mata, dan data.
e)
Hubungan paradigmatik pada tataran
morfologi
contoh :prefiks me-di-, pe-,dan
te- yang terdapat pada kata-kata merawat, dirawat, perawat,
dan terawat.
f)
Hubungan paradigmatik pada tataran
sintaksis dapat dilihat pada contoh antara kata-kata yang menduduki fungsi
subjek, predikat, dan objek.
Contoh : Ani menulis surat
Ani makan bakso
Dia
memakai sepatu
1.1 Analisis Kalimat Berdasarkan Aliran
Struktural
a.
Model Nida
a)
Sayamembukapintu
Sayamembuka
pintu
b)
Ibumembuatbolu
Ibumembuat
bolu
c)
Sayamenyampaikanpesankepadaadik
Saya
menyampaikan pesan kepada adik
Saya
menyampaikan pesan kepada adik
Saya
menyampaikan pesan kepada kami
d)
Kitakuliahdalamrangkameningkatkankompetensi
Kita
kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi
Kita
kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi
Kita
kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi
e)
Kitamengerjakantugaslinguistik
Kita
mengerjakan tugas linguistik
Kita
mengerjakan tugas linguistik
b. Model Hockett
a)
Saya membuka pintu.
|
Saya
|
Membuka
|
pintu
|
|
membuka pintu
|
||
|
Saya membuka pintu
|
||
b)
Ibu membuat bolu.
|
Ibu
|
Membuat
|
bolu
|
|
membuat bolu
|
||
|
Ibu membuat bolu
|
||
c)
Saya menyampaikan pesan kepada adik.
|
Saya
|
Menyampaikan
|
pesan
|
kepada
|
adik
|
|
Saya
|
menyampaikan pesan
|
kepada adik
|
||
|
Saya menyampaikan pesan
|
kepada adik
|
|||
|
Saya menyampaikan pesan kepada
adik
|
||||
d)
Kita kuliah dalam rangka
meningkatkan kompetensi.
|
Kita
|
kuliah
|
Dalam
|
rangka
|
meningkatkan
|
kompetensi
|
|
Kita kuliah
|
dalam rangka
|
meningkatkan kompetensi
|
|||
|
Kita kuliah
|
dalam rangka meningkatkan kompetensi
|
||||
|
Kita kuliah dalam rangka meningkatkan kompetensi
|
|||||
e)
Kami mengerjakan tugas linguistik.
|
Kami
|
Mengerjakan
|
tugas
|
linguistik
|
|
Kami
|
Mengerjakan
|
tugas linguistik
|
|
|
Kami
|
mengerjakan tugas linguistik
|
||
|
Kami mengerjakan tugas linguistic
|
|||
c.
Model
Nelson
a)
Saya membuka pintu.
{[(saya)[(membuka)(pintu)]]}
b)
Ibu membuat bolu.
{[(Ibu)[ (membuat)( bolu)]]}
c)
Saya menyampaikan pesan kepada adik.
{[[(Saya)[( menyampaikan)
(pesan)]][(kepada) (adik)]]}
d)
Kita kuliah dalam rangka
meningkatkan kompetensi.
{[(Kita)[(kuliah) [[(dalam)
(rangka)] [(meningkatkan) (kompetensi)]]]]}
e)
Kami mengerjakan tugas linguistik.
{[(Kami)[[(mengerjakan) (tugas)]
(linguistik)]]}
d.
Model
Wells
a)
Saya
membuka pintu.
b)
Ibu
membuat bolu.
c)
Saya
menyampaikan pesan kepada adik.
d)
Kita kuliah dalam rangka meningkatkan
kompetensi.
e)
Kami
mengerjakan tugas linguistik.
2.
Aliran
Linguistik Deskriptif
Menurut bahasa, linguistik adalah
ilmu yang mempelajari atau menelaah tentang tata bahasa, sedangkan deskriptif
adalah menggambarkan apa adanya.
Contoh :
a.
Peserta Pendidikan dan Pelatihan
Kurikulum Nasional mulai berdatangan.
b.
Dodi Kusmayadi berlibur ke Hawai
c.
Ayah pergi
d.
Mau kemana ?
e.
Siswa kelas XII mengikuti seminar.
3.
Aliran
Linguistik Fungsional
Aplikasi Linguistik Fungsional dalam Bahasa
Indonesia
Lalu, bagaimana aplikasi aliran ini
dalam bahasa Indonesia?Ketika berbicara fungsi maka kita harus memahami konsep
fungsi dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.Bisa jadi konsep yang
ditawarkan oleh aliran ini tidak dapat diserap dalam semua bentuk, struktur dan
fungsi sesungguhnya dalam bahasa Indonesia. Sebagian kita dapat memperhatikan
contoh berikut ini:
|
Fonologi
|
Morfologi
|
Sintaksis
|
|
<baku> /b/, /a/, /k/, /u/
<saku> /p/, /a/, /k/, /u/
|
Me + tulis
Pe + tulis
|
Letusan Gunung Merapi itu telah
menewaskan 200 orang.
|
a.
Jika dilihat dari contoh fonologi,
penggunaan fonem /b/ pada kata <baku> dan /p/ pada <paku> tidak
mempunyai makna. Namun karena diposisikan bersama sebagai pasangan minimal
(minimal pairs), dimana keduanya daerah artikulasi yang sama yakni bilabial,
maka penggunaan fonem /b/ dan /p/ menjadi memiliki fungsi pembeda makna.
b.
Dari aspek morfologi dapat dilihat
contoh penggunaan awalan Me- dan Pe-. Awalan me-tulis dan pe-tulis memiliki
fungsi pembeda. Me-tulis menjadi ‘menulis’ sebagai kata kerja dan pe-tulis
menjadi ‘penulis’. Penggunaan morfem bebas atau kata dasar yang sama namun didahului
oleh morfem terikat yang berbeda maka fungsinya pun menjadi berbeda.
c.
Selanjutnya dari tataran sintaksis,
kalimat tersebut memiliki struktur yang benar. Jika disegmentasikan kalimat itu
menjadi /letusan gunung Merapi/, /menewaskan/, dan /200 orang/. Pemenggalan
struktur kalimat dilakukan berdasarkan fungsi masing-masing unsur.
d.
Kemudian penerapan fungsi bahasa
menurut Jakobson dapat kita aplikasikan dalam analisis wacana baik berupa teks
maupun non-teks. Penerapan aliran fungsional dalam bahasa Indonesia tidak
sepenuhnya dapat diterima. Selain adanya konsep bahasa yang berbeda, namun juga
sulit mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia. Namun demikian aliran ini
sangat mempengaruhi dalam perkembangan tata bahasa bahasa Indonesia. Dengan
mengenal fungsional maka kita mengetahui fungsi bahasa bukan hanya sebagai
sistem ‘langue’ (istilah Sassure), tetapi juga dalam bentuk tuturan ‘parole’.
e.
Dalam ranah kesusasteraan, enam
fungsi bahasa dapat dimanfaatkan untuk menelaah karya sastra. Model komunikasi
sastra yang lebih dikenal dengan model komunikasi Jakobson dapat digunakan
dalam kajian, puisi, novel, drama, dan hal lain yang menggunakan bahasa. Jadi,
sebagai pijakan awal dalam mengkaji bahasa baik dalam sastra mapun linguistik,
enam fungsi bahasa dapat diterapkan dalam analisis bahasa Indonesia. Kendati
demikian, sangat diperlukan adanya pengembangan konsep dan gagasan yang dapat
menjawab problematika kebahasaan secara tuntas.
D.
Aktivitas
Pembelajaran
|
No
|
Kegiatan
Intruktur
|
Kegiatan
Peserta
|
|
1.
|
Kegiatan
Awal
a.
Instruktur
menjelaskan tujuan pembelajaran,cakupan materi, dan langkah-langkah
pembelajaran.
b.
Instruktur
membentuk kelompok kerja yang beranggotan 3 – 4 orang.
Kegiatan
Inti
a.
Instruktur
melakukan penilaian proses
b.
Instruktur
memfasilitasi apabila adapeserta yang menemukan hambatan selama proses
diskusi.
Kegiatan Penutup
a.
Instruktur
membimbing peserta melakukan analisis pemecahan masalah yang ditemukan
peserta dan bersama-sama memberikan kesimpulan.
b.
Instruktur
memberikan pertanyaan kepada peserta.
c.
Instruktur
memberikan umpan balik dan penguatan tentang pengembangan kalimat yang
menggunakan aliran linguistik struktural, deskriptif, dan fungsional.
d.
Instruktur
menyampaikan rencana tindak lanjut pembelajaran.
|
Kegiatan
Inti
a.
Peserta
mengamati tayangan kalimat yang dibentuk sesuai dengan aliran-aliran
linguistik dalam bentuk power point.
b.
Peserta
mengidentifikasi masalah yang relevan dengan pengembangan aliran linguistik
struktural, deskriptif, dan fungsional.
c.
Peserta
berdiskusi untuk menelaah kelemahan atau kesalahan pengembangan kaliimat yang
menggunakan aliran linguistik struktural, deskriptif, dan fungsional
d.
Peserta
menjawab permasalahan yang telah diidentifikasi khususnya mengenai kelemahan
atau kesalahan pengembangan kalimat yang menggunakan aliran linguistik
struktural, deskriptif, dan
fungsional.
e.
Peserta
mempresentasikan atau menyajikan laporan hasil pembahasan hasil temuan atau
hasil diskusi dan penarikan kesimpulan.
f.
Peserta
dalam kelompok lain menanggapi atau
mengevaluasi
Kegiatan
Penutup
a.
Peserta
dibimbing instruktur melakukan analisis terhadap pemecahan masalah yang telah
ditemukannya dan memberikan simpulan.
b.
Peserta
mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dialami saat menganalisis
pengembangan kalimatyang menggunakan aliran linguistik struktural,
deskriptif, dan fungsional.
c.
Peserta
menjawab pertanyaan yang diberikan instruktur.
d.
Peserta
mendengarkan umpan balik dan penguatan dari instruktur mengenai pengembangan
kalimat yang menggunakan aliran linguistik struktural, deskriptif, dan
fungsional
e.
Peserta
menyimak informasi mengenai rencana tindak lanjut pembelajaran.
|
E.
Latihan/Kasus/Tugas
a. Latihan
1. Jelaskan hubungan antara signifiant dan signifie sehingga menunjukkan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan!
2. Jelaskan hubungan sintagmatik dan paradigmatik!
3. Saya menyampaikan pesan kepada adik.
Analisislah kalimat tersebut dengan model Nida!
4. Samin
menyampaikan pesan kepada adik. Analisislah kalimat tersebut dengan
model Hotcett!
5. Irma
menyampaikan pesan kepada Arda. Analisislah kalimat tersebut dengan
model Nelson!
b.
Tugas
F.
Rangkuman
Aliran linguistik struktural memandang ketatabahasaan
disusun dari tataran terendah berupa fonem, morfem, kata, frase, klausa sampai
tataran tertinggi berupa kalimat.
Aliran linguistik deskriptif artinya mendeskripsikan bahasa
secara apa adanya. Objek kajian linguistik deskriptif adalah fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik.
Konsep utama dalam fungsionalisme
ialah fungsi bahasa dan fungsi dalam bahasa.
G.
Umpan
Balik dan Tindak Lanjut
1.
Umpan
Balik
Anda
telah mempelajari modul Diklat Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
Grade…. Susunlah sebuah pernyataan terkait dengan materi modul tersebut dalam
beberapa kalimat.
2.
Tindak
Lanjut
Anda
telah menguasai materi Diklat PKG Grade… dengan baik.Selanjutnya, gunakanlah
hasil diklat ini untuk kegiatan pembelajaran di kelas sehari-hari.
H.
Kunci
Jawaban
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul.2007. Linguistik Umum. Jakarta : Penerbit
Rineka Cipta.
___________. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Halliday,
M.A.K. dan Ruqaiya Hasan. 1992. Bahasa,
Teks, dan Konteks.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
http ://www. ariprasetyo_ aliran-aliran linguistk..com. diakses
tanggal 17 September 2015
http://cakrabuwana.files.wordpress.com/2008/09/perdana-wira-s-bahasa-indonesia-bab-8.pdf. Diakses tanggal 17
September 2015
http ://www. kamalyusuf_ perkembangan linguistik di Indonesia
hingga akhir90-an. Diakses tanggal 17 September 2015
http://nurirvan19.blogspot.com/2014/02/pengertian-aliran-struktural- dan.html. diakses tanggal 17 September 2015
http://zeyacute.blogspot.com/2013/07/aliran-aliran-dalam
linguistik.html.diakses
tanggal 17 Septembe 2015
Jati
Sri Ningsih, Makalah Aliran-aliran
Linguistik.
Kushartanti,
dkk. 2005. Pesona Bahasa. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana,
Harimurti. 2008. Kamus Linguistik.
Gramedia. Jakarta.
Lubis,
Hamid Hasan. 1993. Analisis Wacana
Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Mangatur, dkk. 2014. Aliran Linguistik. Pekanbaru: Mandala
Publishing
Mansoer,
Pateda. 1988. Linguistik Sebuah Pengantar.
Gorontalo : Angkasa.
Samsuri. 1988. Berbagai Aliran
Linguistik. Dikbud. Jakarta.
Umi
Nurhidayati dkk, Makalah Beberapa Aliran Linguistik






Bagus, terimakasih atas ilmunya
BalasHapusSangat bermanfaat
BalasHapusTerima kasih
Good. Terima kasih telah berbagi
BalasHapusTerima kasih,sangat bermanfaat sekali
BalasHapus