1. Hakikat
Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang
digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,
dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana: 1983). Ciri atau sifat yang hakiki
dari bahasa yaitu: (1) bahasa adalah sebuah sistem, (2) bahasa berwujud
lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5)
bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu
bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat
produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, dan (12)
bahasa itu manusiawi.
a. Bahasa itu adalah Sebuah
Sistem
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk
suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. sistem terbentuk oleh sejumlah
unsur yang satu dan yang lain berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri
dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan
membentuk satu kesatuan.
Sebagai sebuah sistem,bahasa itu bersifat sistematis dan
sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak
tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem
tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (dikenal dengan
nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi,
tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon.
Secara hirarkial, bagan subsistem bahasa tersebut sebagai berikut.
b. Bahasa itu Berwujud Lambang
Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam
bidang kajian ilmusemiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada
dalam kehidupan manusia. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu:
tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (sympton), gerak
isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Lambang bersifat arbitrer, artinya
tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang
dilambangkannya.
c. Bahasa itu Berupa Bunyi
Menurut Kridalaksana (1983), bunyi adalah kesan pada pusat
saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena
perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat
ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia termasuk bunyi bahasa.
d. Bahasa itu Bersifat Arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang,
berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer
itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud
bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam dikotominya membedakan apa yang dimaksud
signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang bunyi itu,
sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung signifiant.
Bolinger (1975: 22) mengatakan: Seandainya ada hubungan
antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu
bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata
itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari
bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar, karena
bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk
mengetahui maknanya.
e. Bahasa itu Bermakna
Salah satu sifat hakiki dari bahasa adalah bahasa itu
berwujud lambang. Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu
konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi
itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna. Karena bahasa itu
bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan
bahasa. [kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa
f. Bahasa itu Bersifat
Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang
dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk
suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat
bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk
mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki empat yang biasa
dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa
Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan digantikan dengan
lambang lain, maka komunikasi akan terhambat.
g. Bahasa itu Bersifat Unik
Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa
mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas
ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan
kalimat, atau sistem-sistem lainnya.
h. Bahasa itu Bersifat
Universal
Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal.
Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di
dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa
itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.
i. Bahasa itu Bersifat
Produktif
Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur
bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu
dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif,
sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, kita ambil fonem
dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat
kita hasilkan satuan-satuan bahasa:
1)
/i/-/k/-/a/-/t/
2)
/k/-/i/-/t/-/a/
3)
/k/-/i/-/a/-/t/
4)
/k/-/a/-/i/-/t/
j. Bahasa itu Bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari
berbagai orang dengan berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang
tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi
bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:
1)
Idiolek
: Ragam
bahasa yang bersifat perorangan.
2)
Dialek : Variasi bahasa yang
digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu
waktu.
3)
Ragam : Variasi bahasa yang
digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam tidak baku.
k. Bahasa itu Bersifat Dinamis
Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak
manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan
bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia,
sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu
berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi
dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru,
peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.
l. Bahasa itu Manusiawi
Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi
binatang bersifat tetap, statis. Sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu
bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa bersifat manusiawi, dalam
arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.
2.
Pemerolehan Bahasa
a. Hakikat Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa (language acquisition)
atau akuisisi bahasa menurut Maksan (1993:20) adalah suatu proses penguasaan
bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit, dan
informal. Lyons (1981:252) menyatakan suatu bahasa yang digunakan tanpa
kualifikasi untuk proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur
bahasa disebut pemerolehan bahasa. Artinya, seorang penutur bahasa yang
dipakainya tanpa terlebih dahulu mempelajari bahasa tersebut. Stork dan
Widdowson (1974:134) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa dan akuisisi bahasa
adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya. Huda
(1987:1) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses alami di dalam diri
seseorang menguasai bahasa. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan hasil kontak
verbal dengan penutur asli lingkungan bahasa itu. Dengan demikian, istilah
pemerolehan bahasa mengacu ada penguasaan bahasa secara tidak disadari dan
tidak terpegaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa yang
dipelajari.
Pada hakikatnya pemerolehan bahasa
anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan
secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan
hal itu maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan
kemampuan berbahasa baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami,
tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk., 1998). Selain
pendapat tersebut Kiparsky dalam Tarigan (1988) mengatakan bahwa pemerolehan
bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan
serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata
bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa bersangkutan. Dengan
demikian, proses pemerolehan adalah proses bawah sadar. Penguasaan bahasa tidak
disadari dan tidak dipengaruhi oleh pengajaran yang secara eksplisit tentang
sistem kaidah yang ada didalam bahasa kedua. Berbeda dengan proses
pembelajaran, adalah proses yang dilakukan secara sengaja atau secara sadar
dilakukan oleh pembelajar di dalam menguasai bahasa.
b. Teori
Pemerolehan Bahasa Anak
Berikut
ini adalah beberapa teori pemerolehan bahasa pada anak diantaranya yaitu:
1) Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan
yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus)
dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat
reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan
jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa
pertamanya.
Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali
untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau
siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila sutu ketika si anak
mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak mendapat kritikan karena
pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi
yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa
pertama.
B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Dia
menulis buku Verbal Behavior (1957) yang digunakan sebagai rujukan bagi
pengikut aliran ini. Menurut aliran ini, belajar merupakan hasil faktor
eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner, perilaku
kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya.
Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan.
Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan.
Singkatnya, apabila ada reinforcement yang cocok, perilaku akan berubah
dan inilah yang disebut belajar.
Namun demikian, banyak kritikan terhadap aliran ini.
Chomsky mengatakan bahwa toeri yang berlandaskan conditioning dan reinforcement
tidak bisa menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali
dan inilah yang kita kerjakan tiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang
aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran
ini.
Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat
disederhanakan menjadi hubungan stimulus-response. Hal tersebut tidaklah
benar karena tidak semua perilaku berasal dari stimulus-response.
2)Teori Nativisme
Chomsky merupakan penganut
nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak
mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada
beberapa asumsi. Pertama,
perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa
memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan
lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai
dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga,
lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan
tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang
kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat
melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir
sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language
acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh
anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai
contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa
Inggris menjadi bahasa pertamanya.
Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja
yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak
ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat “makanan”
sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama
sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh srigala (Baradja,
1990:33).
Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai
bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD
juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi
bahasa.
3) Teori Kognitivisme
Menurut teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri alamiah
yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal
dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa
harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam
kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan
perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan
pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan
kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan
khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara
alamiah.
Menurut teori kognitivisme, yang
paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan
dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan,
bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak
hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun,
anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak
mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya.
Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.
4) Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan
bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental
pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan
adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki
pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada
masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara
otomatis.
Sebenarnya, menurut hemat penulis, faktor intern dan
ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak sangat mempengaruhi.
Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah
ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai
penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa
sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang
dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3). Akan tetapi,
yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang memperngaruhi
kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan hal ini.
|
F. Rangkuman
|
|
Bahasa adalah sistem
lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok
sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri
(Kridalaksana: 1983). Ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa
yaitu: (1) bahasa adalah sebuah sistem, (2) bahasa berwujud lambang,
(3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa
itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat
unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif,
(10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, dan (12)
bahasa itu manusiawi.
Pada hakikatnya pemerolehan
bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan
tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Teori pemerolehan bahasa
anak meliputi teori behaviorisme, nativisme, kognitivisme, dan
interaksionisme.
|
Kunci Jawaban
1. Konsep bahasa pada
hakikatnya adalah lambang
bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk
bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Ciri atau sifat yang
hakiki dari bahasa yaitu: (1) bahasa adalah sebuah sistem, (2) bahasa
berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat
arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7)
bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat
produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, dan (12)
bahasa itu manusiawi.
2. Konsep pemerolehan bahasa dari aspek kognitif adalah bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang
terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari
kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar.
Daftar Pustaka
Alamsyah, Teuku. 1997. Pemerolehan Bahasa Kedua
(Second Language Acqusition). Diktat Kuliah Program S-2. Banda Aceh:
Universitas Syiah Kuala.
Baradja, M.F. 1990. Kapita Selekta Pengajaran
Bahasa. Malang: IKIP
Campbel, dkk. 2006. Metode Praktis Pembelajaran
Berbasis Multiple Intelligences. Depok: Intuisi Press.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian
Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar
Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.
Fromkin Victoria dan Robert Rodman. 1993. An
Introduction to Language. Florida: Harcourt Brace Jovanovich Collage.
Mahmud, Saifuddin dan Sa’adiah. 1997. Teori
Pembelajaran Bahasa: Materi Kuliah Program Setara D-3. Banda Aceh: FKIP
Unsyiah.
Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik Suatu
Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.






0 komentar:
Posting Komentar