Rabu, 11 November 2015

HAKIKAT BAHASA



1. Hakikat Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana: 1983). Ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa yaitu: (1) bahasa adalah sebuah sistem, (2) bahasa berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, dan (12) bahasa itu manusiawi.
a. Bahasa itu adalah Sebuah Sistem
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain berhubungan secara fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan.
Sebagai sebuah sistem,bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi, tataran morfologi, tataran sintaksis, tataran semantik, dan tataran leksikon. Secara hirarkial, bagan subsistem bahasa tersebut sebagai berikut.
b. Bahasa itu Berwujud Lambang
Lambang dengan berbagai seluk beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmusemiotika, yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: tanda (sign), lambang (simbol), sinyal (signal), gejala (sympton), gerak isyarat (gesture), kode, indeks, dan ikon. Lambang bersifat arbitrer, artinya tidak ada hubungan langsung yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.
c. Bahasa itu Berupa Bunyi
Menurut Kridalaksana (1983), bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa adalah bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa.
d. Bahasa itu Bersifat Arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam dikotominya membedakan apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie (petanda) adalah konsep yang dikandung signifiant.
Bolinger (1975: 22) mengatakan: Seandainya ada hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila dia mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya, kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar, karena bunyi kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk mengetahui maknanya.
e. Bahasa itu Bermakna
Salah satu sifat hakiki dari bahasa adalah bahasa itu berwujud lambang. Sebagai lambang, bahasa melambangkan suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Maka, dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna. Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa. [kuda], [makan], [rumah], [adil], [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk], [ahgysa], [kjki], [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa
f. Bahasa itu Bersifat Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya, binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, dilambangkan dengan bunyi [kuda], maka anggota masyarakat bahasa Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan digantikan dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat.
g. Bahasa itu Bersifat Unik
Bahasa dikatakan bersifat unik, artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat, atau sistem-sistem lainnya.
h. Bahasa itu Bersifat Universal
Selain bersifat unik, bahasa juga bersifat universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya, ciri universal bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.
i. Bahasa itu Bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif, artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas, meski secara relatif, sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya, kita ambil fonem dalam bahasa Indonesia, /a/, /i/, /k/, dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:
1)     /i/-/k/-/a/-/t/ 
2)     /k/-/i/-/t/-/a/
3)     /k/-/i/-/a/-/t/
4)     /k/-/a/-/i/-/t/
j. Bahasa itu Bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan berbagai status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:
1)    Idiolek : Ragam bahasa yang bersifat perorangan. 
2)    Dialek : Variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu tempat atau suatu waktu.
3)    Ragam : Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya, ragam baku dan ragam tidak baku.
k. Bahasa itu Bersifat Dinamis
Bahasa tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat kegiatan manusia itu selalu berubah, maka bahasa menjadi ikut berubah, menjadi tidak tetap, menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah baru, peralihan makna sebuah kata, dan perubahan-perubahan lainnya.
l. Bahasa itu Manusiawi
Alat komunikasi manusia berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang bersifat tetap, statis. Sedangkan alat komunikasi manusia, yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka, bahasa bersifat manusiawi, dalam arti bahasa itu hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan oleh manusia.

2. Pemerolehan Bahasa
a. Hakikat Pemerolehan Bahasa
            Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa menurut Maksan (1993:20) adalah suatu proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit, dan informal. Lyons (1981:252) menyatakan suatu bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi untuk proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa disebut pemerolehan bahasa. Artinya, seorang penutur bahasa yang dipakainya tanpa terlebih dahulu mempelajari bahasa tersebut. Stork dan Widdowson (1974:134) mengungkapkan bahwa pemerolehan bahasa dan akuisisi bahasa adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran dalam bahasa ibunya. Huda (1987:1) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah proses alami di dalam diri seseorang menguasai bahasa. Pemerolehan bahasa biasanya didapatkan hasil kontak verbal dengan penutur asli lingkungan bahasa itu. Dengan demikian, istilah pemerolehan bahasa mengacu ada penguasaan bahasa secara tidak disadari dan tidak terpegaruh oleh pengajaran bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa yang dipelajari.
            Pada hakikatnya pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal itu maka yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk., 1998). Selain pendapat tersebut Kiparsky dalam Tarigan (1988) mengatakan bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua sampai dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa bersangkutan. Dengan demikian, proses pemerolehan adalah proses bawah sadar. Penguasaan bahasa tidak disadari dan tidak dipengaruhi oleh pengajaran yang secara eksplisit tentang sistem kaidah yang ada didalam bahasa kedua. Berbeda dengan proses pembelajaran, adalah proses yang dilakukan secara sengaja atau secara sadar dilakukan oleh pembelajar di dalam menguasai bahasa. 
b. Teori Pemerolehan Bahasa Anak
            Berikut ini adalah beberapa teori pemerolehan bahasa pada anak diantaranya yaitu:
1) Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya.
Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila sutu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme. Dia menulis buku Verbal Behavior (1957) yang digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini. Menurut aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain, dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcement yang cocok, perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.
Namun demikian, banyak kritikan terhadap aliran ini. Chomsky mengatakan bahwa toeri yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali dan inilah yang kita kerjakan tiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini.
Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan menjadi hubungan stimulus-response. Hal tersebut tidaklah benar karena tidak semua perilaku berasal dari stimulus-response.

2)Teori Nativisme
            Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama, perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga, lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.
Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti anak yang dipelihara oleh srigala (Baradja, 1990:33).
Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi bahasa.
3) Teori Kognitivisme
Menurut teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.
            Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.
4) Teori Interaksionisme
            Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
Sebenarnya, menurut hemat penulis, faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa (Campbel, dkk., 2006: 2-3). Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan juga faktor yang memperngaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan yang telah membuktikan hal ini.


F. Rangkuman





            Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana: 1983). Ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa yaitu: (1) bahasa adalah sebuah sistem, (2) bahasa berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, dan (12) bahasa itu manusiawi.
            Pada hakikatnya pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Teori pemerolehan bahasa anak meliputi teori behaviorisme, nativisme, kognitivisme, dan interaksionisme.
 











 Kunci Jawaban
1.    Konsep bahasa pada hakikatnya adalah lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa yaitu: (1) bahasa adalah sebuah sistem, (2) bahasa berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, dan (12) bahasa itu manusiawi.
2.    Konsep pemerolehan bahasa dari aspek kognitif  adalah bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar.  

Daftar Pustaka
Alamsyah, Teuku. 1997. Pemerolehan Bahasa Kedua (Second Language Acqusition). Diktat Kuliah Program S-2. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Baradja, M.F. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa. Malang: IKIP
Campbel, dkk. 2006. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Depok: Intuisi Press.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.
Fromkin Victoria dan Robert Rodman. 1993. An Introduction to Language. Florida: Harcourt Brace Jovanovich Collage.
Mahmud, Saifuddin dan Sa’adiah. 1997. Teori Pembelajaran Bahasa: Materi Kuliah Program Setara D-3. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.
Mar’at, Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.


0 komentar:

Posting Komentar